Terik dikala siang itu tertutup
oleh awan hitam yang bergerombolan di langit. Tak lama kemudian tetesan hujan
turun satu per satu di atas atap yang terbuat dari seng. Suara klakson kereta
pun beradu dengan suara petir yang menggelegar di langit.
“yaaah…kenapa
tiba-tiba hujan sih, mana keretanya berangkat sejam lagi,” gumam Rima yang
sedari tadi memandangi jam tangan yang menunjukkan pukul tiga sembari duduk di
sebuah bangku peron dekat rel kereta api. “andaikan tadi aku naik pesawat,
pasti saat ini aku uda tidur di kamarku.” Lamunnya sembari kesal.
Hari itu pertama kalinya Rima
pulang kampung naik kereta dari Jakarta ke Solo. Perjalanan perdananya dengan
kereta ini merupakan saran kakaknya (Rina) yang telah lama lulus dari kuliahnya
yang dulu juga merantau ke Jakarta.
“terpaksa aku
nurutin kata kak Rina yang bawel. Kalo gak kehabisan tiket pesawat mah ogah aku
naik kereta. Mana sendirian lagi, gak ada orang yang bantui angkat barang.
Begitu malangnya nasibku.” Gerutunya.
“nak..ibu
boleh nitip tas gak??ibu mau ke toilet sebentar,” kata seorang ibu berselendang
yang menutupi uban dirambutnya dan memecahkan lamunan Rima kala itu.
“oo..o..oh iya
bu”jawab Rima terbata-bata.
Beberapa menit
kemudian ibu itu kembali duduk disamping Rima.
“terima kasih
nak.”
“oh,,sama-sama
bu”
“kalo boleh
tau kamu mau kemana nak?naik kereta apa?”
“saya mau ke
solo, pulang kampung bu, disini saya kuliah. Nanti saya naik kereta bangunkarta.
Ibu mau kemana? Ibu tadi sendirian ya?
“oalah…wong
jowo to tibak e...” teriak sang ibu semangat. “aku ke Jakarta sebenarnya buat
jenguk anakku yang pertama nduk, ini mau pulang lagi ke Semarang.
Aku sudah biasa naik kereta dewean, aku naik Bangunkarta gerbong empat
kursi sepuluh C, koe gerbong piro nduk?.” Jawab sang ibu dengan
bahasa Indonesia campur bahasa Jawanya.
“lo…saya juga
Bangunkarta gerbong empat kursi sepuluh D.”
“namamu siapa
nduk?”
“Rima bu,,,”
“oalaah,,,berarti
aku duduk bareng koe nduk. Aku uda biasa sendirian. Sebenernya
aku punya sakit asma, tapi Alhamdulillah nek di enggo perjalanan jauh gak pernah
kumat.”
“asiik..ternyata
yang duduk di sampingku adalah ibu yang ramah.” batin Rima.
Tak terasa
kereta yang mereka tumpangi akhirnya terparkir di rel depan peron tempat mereka
duduk. Rima dan sang ibu pun bersama-sama menaiki kereta dan mencari tempat
duduk mereka.
**********
Rintik-rintik hujan pun mulai
beranjak pergi. Matahari yang mulai meredupkan cahayanya mulai merangkak ke barat,
sembunyi dibalik pegunungan yang indah. Hamparan sawah yang luas, cakrawala
biru perlahan berubah menjadi jingga. Burung-burung yang beterbangan di langit
menambah indah panorama kala senja itu. Mata yang jenuh dengan pemandangan
Jakarta pun di manjakan dengan pemandangan yang tak dapat dilukiskan kata-kata.
“subhanallah..”kagum
Rima sembari melihat pemandangan sekitar
jendela kereta.
“selama ini
aku belum pernah merasakan damainya hati ini, mungkin ini alasan kenapa kak
Rina tak pernah mau pulang naik pesawat.”
Batin Rima.
Krucuk..krucuk…tiba-tiba
terdengar suara perut keroncongan yang membubarkan lamunan Rima saat itu.
“nak Rima..kamu
lapar ya?ini ada roti.” Kata ibu sambil menyodorkan roti ke arah Rima.
“oh..tidak
usah repot-repot, saya sudah bawa makan tadi bu.” Elak Rima. “aduh,,kenapa ni perut
gak bisa diajak kompromi sih,,,kamu malu-maluin aia. Mungkin karena angkat2
barang sendiri tadi bikin tenagaku terkuras habis dan cepet lapar.” Batin Rima
malu.
Rima pun mulai melahab habis
roti yang ia bawa sembari melanjutkan lamunannya dengan menatap keluar jendela
kereta.
**********
Tak terasa waktu pun telah
berlalu. Detik demi detik pun berjalan. Matahari pagi pun bermetafora menjadi
bulan malam yang dikelilingi oleh ribuan bintang nan indah. Pemandangan di luar
jendela pun menjadi gelap. Hanya tampak sang rembulan dan taburan bintang
bergelantungan di langit. Pramugari kereta yang sedari tadi mondar-mandir menjajakan
makananpun ikut menghiasi pemandangan kala itu. Jam pun menunjukkan pukul 19.05
yang mengartikan bahwa jadwal makan malam dimulai.
“mbak,,mau
pesan makanan?” celetuk sang pramugari.
“oh iya,,saya
pesan nasi goring dan air mineral ya mbak.” Jawab Rima.
“ibu mau pesan
apa?”tanya pramugari pada ibu disamping
Rima
“oh,,,sudah…terima
kasih” jawab sang ibu.
Kemudian pramugari pun mencatat
pesanan dan beranjak pergi menghampiri penumpang kereta yang lain.
“sampai Semarangnya
nanti jam berapa bu?uda ada yang jemput kan?”
tanya Rima
“mungkin nanti
sampai semarang sekitar jam 11 malam. Anakku yang nomer 3 sudah stand by
di stasiun nak.”
“oh,,,,,kalo
boleh tau putra putri ibu ada banyak ya?”
“aku punya 4
anak, dan semuanya cowok. Padahal dari dulu aku pengen banget punya anak cewek.
Tapi sama Gusti Allah aku di paringi anak cowok kabeh. Anakku
yang pertama kerja di Jakarta yang kemarin aku jenguk. Anakku yang kedua kerja
di Malang. Anakku yang ketiga dan yang terakhir di Semarang. Putuku uda
dua dan itu cowok semua.”
“kalo lebaran
rame dong bu....bisa ngumpul sama anak-anak, menantu dan cucu.”
“tapi suamiku
uda lama meninggal nduk, ya begini lah rasanya jadi single parent kemana-mana
sendiri. Anakku yang belum menikah ada dua nduk, mau tak pek
mantu?” gurau sang ibu.
“ah..ibu ni
bisa aja,,uda lama ya ibu ditinggal suami??” jawab Rima
“ya lumayan
nak,,mungkin ada tiga tahunan kali ya”
“permisi
mbak…ini pesanan nasi goring sama air mineralnya” kata pramugari tiba-tiba
sambil menyodorkan sepiring nasi dan sebotol air mineral.
“oh..terima
kasih mbak” balas Rima.
“bu,,,saya makan
dulu ya…ibu malam ini beneran tidak mau makan nasi?” tanya Rima cemas.
“gak popo
nduk”
Obrolan yang mereka lakukan tak
ada henti-hentinya. Mereka saling bertukar cerita dan berceloteh tiada
hentinya. Tak terasa waktu berjalan terasa begitu cepat. Kereta Bangunkarta ini
hanya berhenti di stasiun-stasiun tertentu saja yaitu Pasar senen, Jatinegara, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang tawang, Solo
Jebres, Walikukun, Paron, Madiun, Caruban, Nganjuk, Kertosono, Jombang.
Tak terasa kereta Bangunkarta pun telah sampai di stasiun pekalongan. Sekitar
satu jam lagi kereta akan sampai di stasiun Semarang.
“oalah nduk.. ternyata
keretanya sudah nyampek stasiun Pekalongan. Kok cepet ya?” kata sang ibu
“iya ni buk,,,gak terasa.” tegas Rima
Tiba-tiba si ibu terdiam sejenak, dan
berkata “nak, kamu ngrasain dingin gak?”
Memang saat itu ruangan kereta terasa
dingin,karena kereta ini di lengkapi AC. Malam yang begitu dingin, ditambah AC
yang tak di matikan bagaikan terkurung dalam lemari es. Suhu didalam kereta
kala itu menunjukkan 19o C.
“ibu kedinginan?apa perlu saya
panggilkan pramugarinya?ini selimut saya ibu pakai saja.” Kata Rima cemas
“eng,,eng,,gak usah nak,,” jawab ibu
agak sengal
“aku harus gimana ini??apa yang harus
aku lakukan??bagaimana ini?” batin Rima sembari menyelimuti sang ibu dengan
selimut miliknya.
Semakin
lama sang ibu susah bernafas,, nafasnya tak teratur,,telapak tangan sang ibu
menggenggam sekuat tenaga. Rima yang duduk di samping sang ibu berusaha
mencari-cari obat asma di dalam tas. Rima semakin bingung,, dan dia pun
teriak,,,”mbaak…tolong,,,ini ada penumpang sakit”. Semua orang di gerbong
kereta empat yang sedang menikmati
mimpinya pun terbangun kaget karena teriakan Rima.
Tak
lama kemudian sang pramugaripun datang dengan membawa kotak P3K. dengan sigap
mereka menolong sang ibu,, Rima pun diam dan hanya mampu berdoa,,
“selamatkan ibu ini Ya Rabb” doa Rima dalam hati. Suasana pun menjadi mencekam.
Saat Rima merogoh tas sang ibu, dia menemukan sebuah inhalan milik sang ibu.
Tak berpikir panjang lagi, ia memasangkan inhalan ke mulut dan hidung sang ibu
yang dibantu para pramugari kereta. Akhirnya sang ibu agak sedikit bernafas
lega. Dan ia pun tertidur lemas tak berdaya.
Tiba-tiba
suara ponsel berdering..Rima pun bergegas mengambil ponsel yang berada dalam
tas sang ibu. Kemudian dia menatap layar ponsel tersebut. “Ardiansyah
memanggil” tulisan itu terpajang di layar ponsel. Tak lama kemudian ia
mengangkat telp.
“halo….ibu sudah sampai dimana?”
terdengar suara seorang cowok di dalam ponsel
“oh..ini mas Ardiansyah ya?”
“iya benar”
“begini mas, asma ibu anda kambuh,
sekarang lagi di tangani oleh pramugari kereta api.”
“hah….ini dengan siapa ya? “
“saya Rima,”
“Ibu saya gimana?”
“ibu anda sudah agak baikan mas.”
“sekarang posisi kereta dimana mbak?
”Sekarang sudah melewati stasiun
Pekalongan. Sebentar lagi akan sampai di
stasiun semarang. Ibu anda masih dalam keadaan lemas.”
“mbak tolong jagain ibu saya,,saya
masih dalam perjalanan menuju stasiun. Sepuluh menit lagi saya akan sampai
stasiun.”ujarnya dan menutup telponnya.
Tiba-tiba “Rima,,bisa bantu antarin
ibu turun di stasiun ndak nak?” kata sang ibu lemas
Rima pun agak sedikit bingung. Melihat
wajah sang ibu yang lemah tak berdaya membuat Rima tidak bisa menolak
permohonan ibu. “baiklah bu.” Jawab Rima
Akhirnya
semua barangpun diturunkan termasuk barang Rima. Tak lama kemudian, kereta
sampai di stasiun Semarang. Aku dan sang ibu pun turun dan di bantu beberapa
pramugari kereta mengangkat tas-tas mereka.
Sembari
menunggu anak sang ibu datang.. Rima mencari teh hangat untuk sang ibu. Tak
lama kemudian, sesosok lelaki tinggi, hidung mancung, berkulit sawo matang
dengan rambut ikal dan mata yang agak sipit, berkaca mata pun menghampiri sang
ibu. Rima pun kaget setengah mati melihat sosok yang tak asing baginya.
“bukannya itu Ardian kakak kelasku
waktu SMA dulu?bukannya dia temen sekelas kak Rina?” batinnya.
Dulu Rima pernah punya kakak kelas
yang bernama Ardiansyah yang merupakan teman kakaknya, Rina. Dia merupakan
seorang cowok yang sangat berarti bagi Rima. Sewaktu Ardian kelas 3 SMA, dia
pindah sekolah dan tak ada satupun yang tau kenapa dan kemana dia pindah.
“lo…ini bukannya Rima adek kelasku
waktu SMA dulu?” Kata Ardian kaget
Rima pun terdiam. Bingung harus jawab
bagaimana.”i…iii iya….” Jawab Rima gugup.
“bunda..bagaimana ini bisa
terjadi??bunda baik-baik saja kan?”tanya Ardian cemas
“gak papa nak..untung ada nak Rima
yang mau bantuin bundamu ini” ujar sang ibu.
“makasih ya Ma..uda bantuin bundaku.
Ternyata yang bantuin bundaku adalah orang yang uda lama tak ketemu”
“iya Ar..tak pa pa…biasa aja
lah..jangan gitu…aku juga gak tau kalo ini bundamu. Gak usah sungkan gitu”.
Balas Rima malu.
“ya uda..besok kamu, aku anterin
pulang ke Solo naik kereta Pandan Wangi yang berangkat jam 12.30 aja. untuk
sekarang, kamu nginep di rumahku dulu,,sekalian nunggu pagi.” Kata Ardian
lugas.
“iii…iiiya,,,makasi ya Ar” jawab Rima
tertegun
Kemudian
ardiansyah pun bergegas lari menuju loket untuk pesan tiket kereta yang akan
mereka naiki esok. Rima masih merasa senang, kaget, bingung, tak percaya.
“apakah ini mimpi?” batinnya. Kemudian Rima mengambil ponsel dan memberitau
ibunya bahwa ia pulang telat dan menceritakan semua yang dia alami saat ini.
Sambil
menunggu Ardian selesai memesan tiket, Rima duduk disebelah bunda Ardian.
“oalah…ternyata kamu to,, nak Rima
yang selalu di ceritakan sama Ardian” kata sang ibu
“heh…saya?” Rima kaget setengah mati,,serasa
jantung tak berdetak. “apa maksut dari perkataan bunda Ardian ini??” batin Rima
“dulu itu Ardian selalu cerita, kalau
dia suka sama adek kelas dia di SMA namanya Rima. Tapi karena kakak dari nak
Rima ini gak bolehin Ardian deket-deket ma nak Rima, ya sudah Ardian hanya bisa
diam.” Ujar sang ibu
“kata Ardian, kakak nak Rima ndak mau kalau nanti nak Rima sakit hati karena
Ardian harus pindah saat kelas tiga SMA. Ya sudah, akhirnya Ardian mengurungkan
niatnya untuk ngomong ke nak Rima. Kata Ardianm dia tau kalo nak Rima juga suka
ma nak Ardian. Ya to?” Tambahnya
“ii…yaaa…” jawaban itu keluar dari
bibir Rima secara tiba-tiba. Tak lama kemudian air mata Rima pun jatuh,, tak
kuasa Rima berlama-lama membendung air matanya. Bunda Ardian pun memeluk Rima
yang tak kuasa menahan air matanya. “Ternyata selama ini, Ardian…………” batinnya
sesak
Tak lama kemudian Ardian datang
menghampiri mereka.
“oalah…iki to le sing jenenge Rima.
Memang kamu gak salah milih le.”tanya sang bunda
“ia nda,,,dia adalah Rima yang aku
tunggu selama ini, tapi lebih baik kita sementara ini berteman dulu nda,,agar
lebih mengetahui satu sama lain ” kata Ardian
“mungkin ini jalan yang terbaik untuk
kita semua” kata Rima sambil mengusap air matanya..
“kalo jodoh gak bakal lari kemana-mana.nek emang jodoh mesti bakal ketemune”
kata sang ibu
“Ternyata pengalaman pertamaku pulang
kampung dengan kereta senja membuatku menemukan sesuatu yang telah hilang dalam
hidupku selama ini dan menjawab misteri
dalam hidupku.” Batin Rima
----The end----