Penggolongan Obat Berdasarkan Jenisnya

    Bagi masyarakat awam mungkin masih belum tahu bahwa obat yang biasa dikonsumsi untuk meringankan bahkan menyembuhkan penyakit dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jenisnya. Penggolongan obat ini dilakukan guna untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan dan pengamanan distribusi. Penggolongan obat ini bisa dilihat ditanda pada kemasannya... Biasanya berbentuk lingkaran dengan berbagai warna dan simbol...
     Berdasarkan penggolongan obat ini, jika kita membeli obat di apotek ada beberapa obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan ada juga obat yang HARUS menggunakan resep dokter guna keamanan dalam penggunaannya. Jadi tidak semua obat yang dijual di apotek bisa dibeli tanpa resep dokter, tergantung dari jenis obatnya. Baiklah, berikut ini penggolongan obat berdasarkan jenisnya menurut Permenkes Nomor 917 Tahun 1993 :



1.  Obat Bebas
     Obat Bebas ini sering disebut juga dengan obat daftar F (Free= bebas) dimana oabat ini dijual bebas dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
      Tanda dari golongan obat ini adalah lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. biasanya tanda obat ini terletak pada kardus, kemasan maupun etiket di obat. Berikut gambar tanda obat bebas : 

Contoh Obat Bebas adalah Parasetamol, Oralit, Antasida, Vitamin C.


2. Obat Bebas Terbatas
    Obat Bebas Terbatas merupakan obat-obatan dalam daftar obat W (Waarschuwig = Peringatan) dimana obat ini merupakan obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkus asli dari pabriknya atau pembuatnya.
b. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam, dengan panjang 5 cm dan lebar 2 cm. Dalam kotak tersebut memuat pemberitahuan dengan tulisan berwarna putih seperti kotak dibawah ini:
     Tanda dari golongan obat ini adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam. biasanya tanda obat ini terletak pada kardus, kemasan maupun etiket di obat. Berikut gambar tanda Obat Bebas Terbatas : 
Contoh Obat Bebas Terbatas adalah CTM, Dextromethorphan,Bbetadine, Bisacodyl, Bromhexin.


3.  Obat Keras
     Obat Keras merupakan obat yang hanya dapat dibeli dengan RESEP DOKTER. 
     Adapun penandaannya diatur berdasarkan KMK RI No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G  (Gevaarlijk = Berbahaya)  adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi dan terdapat huruf K yang menyentuh garis berwarna hitam, seperti pada gambar berikut :

Contoh Obat Keras adalah semua Antibiotik (Amoksisilin, Sefadroksil, Isoniazid, Rifampisin), Obat Hipertensi (Captopril, Amlodipin, Valsartan, Propanolol), Obat Diabetes Melitus (Glimepirid, Metformin, Acarbose, Nateglinid), Obat Kolesterol (Simvastatin, Atorvastatin, Gemfibrozil).


3.  Obat Wajib Apotek
     Obat wajib apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker di apotek tanpa resep dokter dengan pertimbangan sebagai berikut :

  • Pertimbangan utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan obat yang diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan meningkatkan pengobatan sendiri (swamedikasi) secara tepat, aman dan rasional.
  • Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat.
  • Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk mengobati sendiri (swamedikasi). Obat yang termasuk dalam OWA misalnya obat saluran cerna (antasida), ranitidin, asam mefenamat, pil KB dan lain-lain.
Obat golongan ini dapat dijual maupun dibeli dengan jumlah terbatas. Terdapat 3 daftar Obat Wajib Apotek sesuai dengan peraturan yang berlaku, dapat dilihat pada daftar di bawah ini :

Tanda dari obat ini adalah sama seperti obat Keras.

5.  Obat Psikotropika
   Psikotropika adalah zat atau obatr, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU No. 5 Tahun 1997).

Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
  1. Obat Psikotropika golongan I hanya untuk digunakan sebagai ilmu pengetahuan, tidak digunakan sebagai terapi serta mempunyai potensi amat kuat untuk ketergantungan. contoh : MDMA, LSD
  2. Obat Psikotropika golongan II  digunakan sebagai perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai terapi serta mempunyai potensi kuat untuk ketergantungan. contoh : Amfetamin
  3. Obat Psikotropika golongan III digunakan sebagai perkembangan ilmu pengetahuan dan banyak digunakan sebagai terapi serta mempunyai potensi sedang untuk ketergantungan. contoh : Siklobarbital
  4. Obat Psikotropika golongan IV digunakan sebagai perkembangan ilmu pengetahuan dan sangat luas digunakan sebagai terapi serta mempunyai potensi ringan untuk ketergantungan. contoh : Alprazolam, Diazepam, Fenobarbital 
Penandaan pada psikotropika sama dengan penandaan untuk obat keras. sebenarnya Psikotropika termasuk kedalam obat keras, namun karena obat ini memiliki efek yang dapat menimbulkan ketergantungan maka dahulu obat ini dikategorikan sebagai Obat Keras Tertentu (OKT).


6.  Obat Narkotika
    Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU tentang Narkotika ( UU No. 35 Tahun 2009).

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
  1. Obat narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk ilmu pengetahuandan tidak digunakan untuk terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi untuk ketergantungan. contoh :  Papaver somniferum L, Opium.
  2. Obat narkotika golongan II digunakan sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk ketergantungan.contoh :  Morfin, Fentanil, Petidin.
  3. Obat narkotika golongan III digunakan sebagai  pengobatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk ketergantungan. contoh :  Codein.
Penggunaan dan semua pengelolaan obat ini butuh penanganan dan pelaporan khusus. Karena obat ini sering disalah gunakan oleh para pecandu. Pembelian obat ini pun harus menggunakan RESEP DOKTER. Obat ini dapat dilayani HANYA dengan RESEP ASLI sesuai dengan Surat Edaran Dirgen POM Depkes RI  No. 336/E/SE/77. Dalam SE tersebut dijelaskan bahwa :
  • Apotek DILARANG MELAYANI SALINAN RESEP  yang mengandung Narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian maupun belum dilayani sama sekali.
  • Apotek boleh membuat salinan resep tapi SALINAN RESEP TERSEBUT HANYA BOLEH DILAYANI DI APOTEK YANG MENYIMPAN RESEP ASLI.
  • Salinan resep dengan tulisan ITER, TIDAK BOLEH DILAYANI SAMA SEKALI.
Obat golongan ini memiliki tanda berupa lingkaran dengan garis berwarna merah dan ditengahnya terdapat simbol "plus" atau "tanda tambah" yang berwarna merah, seperti gambar dibawah ini :
pengelolaan obat narkotika dan psikotropika dipantau begitu ketat mengingat kedua obat ini memiliki efek ketergantungan jika disalahgunakan. pengelolaan kedua obat ini pun diatur oleh PMK No 3 tahun 2015 .



Setelah mengetahui penggolongan obat diatas, kita bisa mengetahui manaa obat yang bisa ditebus sendiri tanpa resep dokter dan mana obat yang memang harus ditebus dengan resep dokter. Terkadang ada beberapa orang yang marah jika datang ke apotek hendak membeli obat namun oleh petugas apotek tidak dilayani mengingat obat yang dibeli merupakan obat keras yang harus menggunakan resep dokter. Selain itu, ada juga beberapa apotek yang "Nakal" yang tetap melayani penjualan obat-obat keras (selain OWA) tanpa resep dokter demi mengejar keuntungan semata. Padahal pasien lah yang sebenarnya dirugikan jika membeli obat keras (bukan OWA) tanpa resep dokter, karena penggunaan obat-obat keras ini memerlukan perhatian kusus. Jika penggunaan obat keras ini tidak terkontrol dan berdampak buruk pada pasien, siapakah yang harus disalahkan?

Mari kita konsumsi obat dengan smart dan bijak....agar kualitas hidup kita meningkat dan kesehatan pun tetap terjaga....

Salam Sehat Selalu...!!!!!!!!!













1 komentar:

Posting Komentar