TETRASIKLIN
Tetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang menghambat sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.
A. ASAL DAN KIMIA
Antibiotic golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah klortetrasiklin yang dhasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Sterptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin,tetapi juga ddapat diperoleh dari species Streptomyces lain.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air,tetapi merupakan bentu garam natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering,bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relative stabil. Dalam larutan,kebanyakan tetrasiklin sangat labil jadi cepat berkurang potensinya.
B. MEKANISME KERJA
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotic ke dalam ribosom bakteri gram-negatif, pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik,ke dua ialah system transport aktif. Setelah masuk maka antibiotic berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek tRNA – asam amino pada lokasi asam amino.
a. Efek antimikroba
Pada umumnya spectrum golongan tetrasiklin sama ( sebab mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivate terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotic yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
C. SPEKTRUM ANTIMIKROBA
Tetrasklin memperlihatkan spectrum antibakteri yang luas meliputi kuman gram positif dan negative,aerobic dan anaerobic. Selain itu juga aktif terhadap spiroket,mikroplasma, riketsia, klmidia, legionela, dan protozoa tertentu.
Pada umumnya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi oleh sterptokokus karena aa obat lain yang lebih efektif yaitu penisilinG,eritromiin,sefaloporin : kecuali doksisiklin yang digunakan untuk pengobatan sinusitis pada orang dewasa yang disebabkan oleh Str. Pneumoniae dan Str.pyogenes. Banyak strain S. Aureus yang resisten terhadap tetrasiklin. Tetra siklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang gram positif seperti B.anthracis, Eryspelothrixrhusiopathiae, Clostridium tetani dan Listeria monocytogens.
Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitive terhadap tetrasiklin, tetapi N. Gonorroheae sensitive terhadap tetrasiklin,tetapi N. Gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten terhadap tetrasiklin. Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram-negatif seperti Brucella, Francisella tularensis, Pseudomonas mallei, Pseuodomonas pseudomallei, Vibrio cholera, Campylobacter fetus, Haemophilus ducreyi dan Calymmatobacterium granulomatis, Yersinia pestis, Pasteurella multocida, Spirillium minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium. Strain tertentu H.influinzae mungkin sensitive, tetapi E.colli, Klebsiella, Enterbacter, Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten.
Tetrasiklin juga merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumonia, Ureaplasma urealyticum, Chlamiydia trachomatis, Chlamydia psittaci, dan berbagai riketsia. Selain itu obat ini juga aktif terhadap Borrelia recurentis, Treponema pallidum, Treponema pertenue, Actinomyces israelii. Dalam kadar tinggi antibiotic ini menghambat pertumbuhan Entamoeba histolytica.
RESISTENSI. Beberapa spesies kuman, terutama sterptokokus beta hemolitikus, E.coli, Pseudomonas aeruginosa, Str.pneumoniae, N.gonorrhoeae,Bacteroides, Shigella dan S.aureus makin meningkat resistensinya terhadap tetrasiklin.Resistensi terhadap satu jenis tetrasiklin biasana disertai resistensi terhadap semua tetrasiklin lainnya kecuali minosiklin pada resistensi S.aureus dan doksisiklin pada resistensi B.fragilis
D. FARMAKOKINETIK
Absorpsi. Sekitar 30-80 % tetrasiklin diserapdaam saluran cerna. Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi ini sebagian besar berlangsung dilambung dan usus halus bagian atas. Adanya makanan dalam lambung mengahmbat penyerapan golongan tetrasiklin,kecuali minosiklin dan doksisklin. Absorpsi berbagai jenis tetrasiklin dihambat dalam derajat tertentu oleh PH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antacid,dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. Tetrasiklin fosfat kompleks tidak terbukti lebih baik absorpsinya dari sediaantetrasiklin biasa.
Distribusi. Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Pemberian oral 250 mg tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan kadar sekitar 2.0-2.5 mcg/ml. Masa paruh doksisiklin tidak berubah pada insufiensi ginjal sehingga obat ini boleh diberikan pada gagal ginjal. Dalam cairan serebbrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dari jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun dalam system retiloendotelial di hati, limpa dan sumsum tulang, serta dentin dan email dari gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam air susu ibu dalam kadar yang relative tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.
Distribusi tetrasiklin berlangsung ke seluruh tubuh kecuali jaringan lemak. Afinitas yang besar terjadi pada jaringan dengan kecepatan metabolisme dan pertumbuhan yang cepat seperti hati, tulang, gigi, dan jaringan neoplasma. Dalam jaringan tulang dan gigi, tetrasiklin akan disimpan dalam bentuk kompleks kalsium. Tetrasiklin akan membentuk ikatan dengan protein plasma. Walaupun demikian, lama kerja suatu kelompok senyawa tetrasiklin ini tidak ditentukan oleh ikatan proteinnya, melainkan ditentukan oleh sifat-sifat kimia masing-masing senyawa. Tetrasiklin dapat berikatan dengan protein sebesar 65%. Distribusi dalam plasenta dapat terjadi dengan mudah karena senyawa tetrasiklin dapat melewati plasenta. Kadar tetrasiklin yang tinggi juga terdapat dalam air susu.
Ekskresi. Golongan tetrasiklin dieksresi melalui urin dengan filtrasi glomerulus,dan melalui empedu. Pada pemberian peroral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen ususini mengalami sirkulasi enterohepatik : maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihantikan.Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah.Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.
Antibiotik golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan sifat farmakokinetiknya : (1) Tetrasiklin,klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorpsi kelompok tetrasiklin ini tidak lengkap dengan masa paruh 6-12 jam. (2) Demetilklortetrasiklin. Absorpsinya lebih baik dan masa paruhnya kira-kira 16 jam sehingga cukup diberikan 150 mg peroral tiap 6 jam, (3) Doksisklin dan minosiklin.Absorpsinya baik sekali dan masa paruhnya 17-20 jam. Tetrasiklin golongan ini cukup diberikan 1 atau 2 kali 100mg sehari.
E. EFEK SAMPING
Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif serta reaksi yang timbul akibat perubahan biologik.
REAKSI KEPEKAAN. Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin ialah erupsi morbiliformis, urtikaria dan dernmatitis ekfoliatif. Reaksi yang lebih hebat ialah udem angioneurotik dan reaksi anafilaksis. Demam dan eosinofilia dapat pula tejadi pada waktu terapi berlangsung.Sensitisasi silang antara berbagai derivate tetrasiklin sering terjadi.
REAKSI TOKSIK DAN IRITATIF. Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian tetrasiklin per oral,terutama dengan oksuitetrasiklin dan doksisiklin.Makin besar dosis yang diberikan,makin sering pula terjadi reaksi ini. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis untuk sementara waktu atau memberikan golongan tetrasiklin bersama waktu atau makanan, tetapi jangan dengan susu atau antacid yang mengandung aluminium,magnesium atau kalsium. Diare seringkali timbul akibat iritasi dan ini harus dibedakan dengan diare akibat superinfeksi stafilokokus atau Clotridium difficile yang sangat bahaya. Manifestasi reaksi iritatif yang lain ialah terjadinya tromboflebitis pada pemberian IV dan rasa nyeri setempat bila golongan tetrasiklin disuntikan IM tanpa anastetik local.
Terapi dalam waktu lama juga dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti leukositosis, limfosit atipik, granulasi toksik pada granulosit dan trombositopenia. Reaksi fototoksik paling jarang timbul dengan tetrasiklin,tetapi paling sering timbul pada pemberian demetilklortetrasiklin. Manifestasinya berupa fotosensitivitas, kadang-kadang disertai demam dan eosinofiia. Pigmentasi kuku dan onikolisis, yaitu lepasnya kuku dari dasarnya, juga dapat terjadi.
Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian golongan tetrasiklin dosis tinggi (lebih dari 2 gram sehari) dan paling sering terjadi setelah pemberian parenteral. Oksitetrasiklin dan tetrasiklin mempunyai sifat hepatotoksik yang paling lemah dibandingkan dengan golongan tetrasiklin lain. Wanita hamil dengan pielonafritis paling sering menderita kerusakan hepar akibat pemberian golongan tetrasiklin. Kecuali doksisiklin,golongan tetrasiklin akan mengalami kumulasi dalam tubuh, karena itu dikontraindikasikan pada gagal ginjal.Efek samping yang paling sering timbul biasanya berupa azotemia,iperfosfatemia dan penurunan berat badan. Golongan tetrasiklin memperlambat koagulasidarah dan memperkuat efek antikoagulan kumarin. Diduga hal ini disebabkan oleh terbentuknya kelat dengan kalsium, tetapi mungkin juga karena obat-obat ini mempengaruhi sifat fisikokimia lipoprotein plasma.
Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk kompleks.pertumbuhan tulang akan terhambat sementara pada fetus dan anak bahaya ini terutama terjadi mulai pertengahan masa hamil sampai anak umur tiga tahun.Timbulnya kelainan ini lebih ditentukan oleh jumlah daripada lamanya penggunaan tetrasiklin.
Pada gigi susu maupun gigi tetap,tetrasiklin dapat menimbulkan disgenesis,perubahan warna permanen dan kecenderungan terjadinya karies.Perubahan warna bervariasi dari kuning coklat sampai kelabu tua.Karena itu tetrasiklin jangan digunakan mulai pertengahan kedua kehamilan sampai anak umur 8 tahun.Efek ini terlihat lebih sedikit pada oksitetrasiklin dan doksisiklin.
F. DOSIS
Dosis tetrasiklin yang paling sering digunakan pada anak adalah 250 mg diberikan setiap 6 jam sekali dan penggunaannya sampai 5-7 hari saja. Pemberian ini akan menghasilkan kadar plasma puncak dalam tubuh sekitar 2-3 µg/ml. Jika kadar obat dalam plasma melewati batas normal akibat dari pemakaian dosis yang besar, frekuensi penggunaan obat yang lama dan berulang maka ditakutkan akan memberikan dampak pada gigi berupa perubahan warna.
G. HUBUNGAN TETRASIKLIN DENGAN GIGI
1. Efek samping tetrasiklin terhadap gigi
Secara umum pemberian tetrasiklin dapat menimbulkan efek samping, seperti mual, muntah, diare, sakit kepala ringan, glositis, alergi, kadang-kadang juga dapat memberi dampak yang lebih parah, seperti eritema dan edema. Selama tetrasiklin digunakan untuk penyembuhan, ditakutkan terjadi superinfeksi seperti kandidiasis, ini dikarenakan oleh sifat tetrasiklin sebagai antibiotik spektrum luas yang tidak hanya bakteri patogen saja, tetapi juga membunuh flora normal pada gastrointestinal sehingga menimbulkan iritasi.
Pada rongga mulut, selain kandidiasis, efek samping yang paling sering adalah perubahan warna pada gigi anak-anak terutama jika diberikan dalam jangka waktu yang panjang sehingga warna gigi menjadi coklat kehitam-hitaman. Penggunaan antibiotik sebagai spektrum luas dapat membunuh segala jenis bakteri dalam rongga mulut. Ini memberikan kesempatan bagi kandida atau jamur untuk berkembangbiak, karena banyaknya substrat yang dapat mempercepat proses pertumbuhannya sehingga mengakibatkan terjadinya kandidiasis oral.
Resiko yang paling tinggi terjadi jika tetrasiklin diberikan pada usia pembentukan gigi sulung dan gigi anterior permanen. Jika diberikan usia 2 bulan-5 tahun, maka seluruh gigi sulung dan kemungkinan gigi anterior permanen akan mengalami perubahan warna yang akan menimbulkan permasalahan estetis di kemudian hari. Perubahan warna gigi pada usia dini umumnya bersifat permanen karena tetrasiklin masuk dan berikatan dengan unsur-unsur gigi pada saat terjadinya pembentukan dentin.
Pengobatan ibu hamil dengan tetrasiklin juga menyebabkan perubahan warna gigi sulung pada bayi yang dilahirkan. Ini dikarenakan tetrasiklin dapat menembus plasenta sehingga si bayi yang berada dalam kandungan dapat terpapar tetrasiklin. Bahaya perubahan warna gigi terjadi akibak pemakaian tetrasiklin pada kehamilan trimester kedua hingga trimester ketiga.
2. Mekanisme perubahan warna pada gigi akibat tetrasiklin
Penggunaan secara sistemik dari tetrasiklin selama pembentukan dan perkembangan gigi dikaitkan dengan deposisi tetrasiklin pada jaringan gigi. Tetrasiklin mengandung gugus-gugus hidroksil, dimana gugus tersebut akan membentuk ikatan bila dikombinasikan dengan Ca++ sebagai unsur-unsur pembentuk gigi. Tetrasiklin dapat mengikat kalsium secara irreversible, kemudian berikatan dengan kristal hidroksiapatit baik di dentin maupun enamel. Juga, mempunyai kemampuan membentuk kompleks atau ikatan dengan kristal hidroksiapatit dalam gigi sehingga mengakibatkan terbentuknya senyawa orthocalcium phosphat complex yang tertimbun pada gigi dan menyebabkan perubahan warna pada gigi. Dentin ditunjukkan sebagai jaringan yang paling sulit untuk berubah warna daripada enamel jika melalui plasenta.
Jordan dkk membagi keparahan perubahan warna ke dalam 3 bagian yaitu : ringan, sedang, berat. Perubahan warna ringan digambarkan berwarna kuning terang yang merata hampir di seluruh permukaan gigi. Perubahan warna sedang digambarkan berwarna kuning gelap atau hampir keabu-abuan. Sedangkan perubahan warna berat digambarkan dengan keadaan gigi yang berwarna abu-abu gelap, ungu atau biru dengan adanya bentuk cincin pada bagian servikal gigi.
Ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya perubahan warna pada gigi. Faktor-faktor tersebut antara lain struktur kimia dari senyawa tetrasiklin, dosis yang digunakan, lamanya pemakaian dan masa pembentukan gigi.
Faktor utama penyebab dari perubahan warna pada gigi anak akibat tetrasiklin adalah pemberian obat dalam masa pembentukan gigi, baik gigi sulung maupun gigi permanen. Pada masa pembentukan gigi, struktur gigi yang sedang mengalami kalsifikasi seperti kalsium akan diikat oleh tetrasiklin secara irreversible. Kemudian ikatan tersebut mengikat hidroksi apatit dalam struktur gigi yang sedang erupsi. Ikatan ini nantinya akan menetap pada dentin dan enamel sehingga mengakibatkan perubahan warna pada gigi.
3. Mekanisme mudah rapuh dan mudah berlubangnya gigi akibat tetrasi
Pemakaian tetrasiklin yang terus-menerus menyebabkan email gigi tidak terbentuk sempurna, dan permukaan gigi tidaklah halus dan rata. Gigi menjadi sulit dibersihkan, dan plak menempel dengan kuat sehingga gigi mudah berlubang.
DAFTAR PUSTAKA
FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 4. 1995. fakultas kedokteran UI ,Jakarta
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : ulasan bergambar Ed.2. Jakarta : Widya Medika.
Posting Komentar