Baiklah....mumpung ini masih bulan Januari....jadi masih anget angetnya pergantian tahun 2016. Diawal tahun, hampir semua orang memanjatkan doa dan harapan yang lebih baik selama setahun kedepan. Saya pun juga memiliki harapan yang sangaaat besar ditahun ini. Harapan yang saya tunggu tunggu ditahun ini adalah terwujudnya revolusi mental tanpa ba bi bu....
Sebenarnya konsep revolusi mental pernah digelorakan saat pemerintahan presiden Soekarno. Revolusi yang dilakukan oleh presiden Soekarno lebih kepada perjuangan fisik dengan melawan para penjajah untuk mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Sedangkan revolusi mental yang dibangun kembali oleh pemerintahan Jokowi-JK lebih mengutamakan pada perubahan pola pikir, cara pandang dan cara berperilaku untuk membentuk suatu jiwa yang merdeka. Revolusi mental merupakan sebuah perubahan, yaitu berubah menjadi yang lebih baik. Gerakan revolusi mental ini diharapkan dapat mengembalikan karakter orisinil bangsa Indonesia yang berketuhanan, menjunjung tinggi sopan santun, toleransi, gotong royong, kedisiplinan, kerja keras dan semangat juang optimis yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Sayangnya, akhir tahun 2015 masyarakat Indonesia disuguhkan dagelan dan sandiwara anggota MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) serta kalangan elit politik lainnya tentang perpanjangan kontrak PT freeport. Adegan yang ditampilkan dengan begitu apik oleh sang aktor utama Setya Novanto menggegerkan dunia politik di tahan air. Bahkan berita tersebut menjadi tranding topic selama beberapa minggu. Selain itu, praktik korupsi yang belum hilang dilingkungan pemerintah menambah masalah yang harus dihadapi oleh bangsa ini. Kejadian tersebut menggores kepercayaan masyarakat terhadap aparat negara dan bertolak belakang dari kaidah revolusi mental yang memberikan pelayanan publik yang berpihak pada rakyat. Jika hal ini terus berlanjut maka krisis integritas dan merosotnya kewibawaan pemerintah akan semakin parah. Hingga saat ini implementasi revolusi mental belum kentara.
Gerakan revolusi mental yang dirasakan hanya sebatas narasi semata. Seharusnya aparat negara serta para koleganya bisa menjadi contoh dalam mempelopori perilaku yang mendukung gerakan revolusi mental. Namun jika gerakan revolusi mental ini hanya dilakukan oleh aparat negara namun masyarakatnya tidak bisa diajak berubah, gerakan revolusi mental pun akan sia-sia. Revolusi mental tidak akan terwujud jika hanya menunggu siapa yang harus memulai berubah, apakah aparat pemerintah dahulu atau masyarakatnya dahulu. Alangkah baiknya jika gerakan revolusi mental ini dilakukan secara sinergis antara aparat negara dengan masyarakat. Semua pihak harus ikut andil dalam menjalankan gerakan revolusi mental, itulah kunci utama untuk mewujudkan gerakan ini.
Implementasi gerakan revolusi mental bisa dilakukan dengan berani berubah (menjadi lebih baik) mulai dari diri sendiri dengan mengawali dari hal-hal terkecil seperti membuang sampah pada tempatnya, mematuhi peraturan lalu lintas, disiplin, saling gotong royong, disiplin, menghormati orang tua, meninggalkan perilaku korupsi dan saling menghargai. Sehingga dengan sikap tersebut, diharapkan revolusi mental bukan hanya bualan belaka Memang, program ini tidak bisa diwujudkan dalam waktu singkat. Memang, tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk ber migrasi dari hal negatif ke hal positif, Masih banyak tantangan, dan cobaan untuk memulainya. Butuh waktu lama untuk mewujudkannya secara total. Namun, gerakan revolusi mental kalau bukan dimulai dari sekarang kapan lagi? kalau tidak dimulai dari diri kita siapa lagi?
Coba bayangkan....Jika satu orang mulai menanamkan sikap seperti ini dan diikutu orang lain.....dannn diteruskan lagi dengan orang lain pula,,alangkah hebatnya negara ini, Ayo saatnya berani berubah!!!
Coba bayangkan....Jika satu orang mulai menanamkan sikap seperti ini dan diikutu orang lain.....dannn diteruskan lagi dengan orang lain pula,,alangkah hebatnya negara ini, Ayo saatnya berani berubah!!!