“Dahsyat!” Kekerasan Meningkat, Hukum Kurang Menjerat


Kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia - Mulai dari aceh hingga Papua - kini sudah menjadi trend. Banyak pemikiran masyarakat yang menyimpang dan berpikiran bahwa kekerasan merupakan solusi yang terbaik dalam menyelesaikan masalah. Julukan Indonesia sebagai “negara yang paling ramah” pun mulai dipertanyakan. Kerukunan masyarakat mulai terkikis.  Tindakan anarkisme -terutama di ibu kota-  tak terelakkan. Kerusakan dan kerusuhan dari aksi anarkisme dan kekerasan masyarakat tak dapat ditekan. Terlebih tindak kekerasan di ibu kota. Berdasarkan data dari Polda Metro Jaya bahwa kejahatan dengan kekerasan di Jakarta pada semester pertama 2012, mencapai 331 kasus, hal ini melampaui angka kejahatan dengan kekeraasan di tahun 2011 dengan 257 kasus dalam satu tahun.
            Konflik-konflik yang berkepanjangan dan tak kunjung usai, menjadikan masyarakat tumbuh tak beraturan dan brutal. Tak ada sikap toleransi terhadap golongan yang berbeda. Rasa Bineka Tunggal Ika masyarakat pun hilang. Kekerasan tak hanya terjadi antar kelompok tertentu. Perempuan dan anak-anak yang tidak berdosa pun tak luput dari ancaman kekerasan. Organisasi yang bekerja untuk isu perempuan dan HAM beserta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Aceh mencatat, sepanjang 2011 sampai 2012 telah terjadi 1.060 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, 561 kasus telah dilakukan verifikasi dan analisa yang kemudian diketahui 73,6 persen di antaranya adalah kekerasan rumah tangga.
             Dahsyatnya peningkatan kekerasan yang terjadi di masyarakat mempertanyakan kekuatan hukum di negara ini. Banyak masyarakat main hakim sendiri, seolah-olah tak ada hukum yang menengahi karena penegakan hukum yang lamban. Kelambanan inilah yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya sendiri hingga seringkali keluar dari jalur kaidah hukum yang berlaku.  Hal ini menunjukkan masyarakat semakin kehilangan kepercayaan terhadap hukum yang berlaku akibat lemahnya sistem hukum dan pemimpin yang kurang berwibawa di depan publik. Kekuatan hukum mulai melemah akibat dikendalikan kekuasaan dan uang, sehingga hukum tidak dijadikan patokan utama bagi masyarakat. Hukum yang harusnya bisa menjerat yang bersalah pun dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
            Hukum seyogyanya bertindak adil sehingga dapat membangun dan memperbaiki peradaban sosial masyarakat. Setiap insan mempunyai hak dan kedudukan yang sama di depan hukum, tak ada pengecualian baik dari kalangan konglomerat hingga rakyat jelata. Jika mata rantai tindak kekerasan ini tidak segera diputus dengan hukum yang tegas dan adil maka kekuatan hukum rimba –yang kuat yang berkuasa- akan mendominasi.
            Negara ini harus bekerja keras memperbaiki kekuatan hukum agar bisa dijadikan panglima dalam menghadapi kekerasan di masyarakat. Kewibawaan dan kebijaksanaan pemerintah dalam mengatur masyarakat harus ditingkatkan agar terbangunnya sistem hukum yang adil dan tegas tercapai. Yang tidak kalah penting adalah partisipasi dari masyarakat dalam menanamkan sikap toleransi dan saling memaafkan sehingga kekerasan pun dapat diminimalisir.

Kala Kesempatan Tak Datang Dua Kali, Penyesalanpun Menggeregoti


Inilah karya saya pertama kali dimuat di sebuah media cetak...
namun yang sangat menyedihkan adalah, saya tak punya arsip dari tulisan dikoran tersebut. Hal ini menjadi teguran baru bagi saya,,,,,walaupun saya tidak memiliki arsip berupa pure koran namun alhamdulillah terdapat arsip yang di muat di internet...bagi temen2 yang memiliki koran sindo edisi tanggal 11 April 2013,,,bersediakah untuk dijual ke FARIDA :D....
bagi para penulis....ayoo semangat dalam kepenulisannya,,,,!!!